Senin, 11 April 2016

Geofisik dan Gunung Api

Geofisik dan Gunung Api


WIN RIVAI : 3211414039

Indonesia adalah negara dengan 129 gunung api aktif. Jumlah yang sangat banyak ini tentunya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah maupun ilmuwan yang bergelut di bidang ke-gunung-apian. Pengamatan gunung api merupakan pekerjaan yang wajib dalam upaya mengurangi resiko bencana gunung api. Pemerintah melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membangung pos pengamatan gunung api aktif yang ada di Indonesia. Dari 129 gunung api aktif yang ada, baru terdapat 69 yang terpantau menggunakan alat. Gunung api “kota” tentunya mendapat perhatian lebih.
Dalam melakukan pengamatan gunung api (monitoring gunung api) beberapa metode geofisika dilakukan. Metode-metode yang digunakan antara lain:
1. Metode Seismik
Ketika sebuah gunung api akan meletus maka akan timbul aktifitas seismik berupa gempa tremor yang biasanya dirasakan oleh masyarakat lokal gunung api. Timbulnya aktifitas kegempaan ini dikarenakan magma yang ada di dalam dapur magma gunung api mendesak dan memberikan tekanan pada dinding dapur magma. Akibat tekanan ini muncul rekahan-rekahan pada dinding dapur magma yang menyebabkan timbulnya gempa vulkanik.
Untuk dapat melakukan monitoring seismitisitas, diperlukan sebuah instrument yang dikenal sebagai seismometer. Dari jumlah gunung api aktif yang ada di Indonesia, baru 69 gunung api yang di pantau menggunakan seismometer.
2. Pengamatan Suhu dan Gas
Ketika gunung api akan meletus selain aktifitas seismic yang naik, peningkatan suhu dan gas juga terjadi. Gas yang dikeluarkan pada saat sebelum erupsi diantaranya Karbonmonoksida (CO), Karbondioksida (CO2), Hidrogen Sulfide (H2S), Sulfurdioksida (S02), dan Nitrogen (NO2). Peningkatan suhu juga bisa teramati dari mulai mengeringnya sungai dan danau serta perpohonan yang mulai mati di sekitar gunung api.
Pengukuran gas dan suhu dapat dilakukan dengan pengukuran langsung, namun ini memberikan resiko pada orang yang melakukannya. Sehingga solusi lain seperti memasang alat pengukuran dan memasang sistem telemetri jarak jauh menjadi lebih efektif.
3. Pengamatan Deformasi
Deformasi gunung api yaitu perubahan bentuk fisik yang terjadi pada sebuah gunung api ketika hendak erupsi. Salah satu tanda deformasi diantaranya naik turun nya permukaan gunung api. Pengamatan terhadap deformasi memberikan informasi mengenai apakah sebuah gunung api sedang mengembang atau tidak. Pengukuran deformasi dilakukan melalui Global Positioning System (GPS) Geodetik Dual Frekuensi (L1 dan L2). Sebuah tiltmeter juga dapat diletakkan di gunung api untuk memantau perubahan kemiringan permukaan.
4. Pengamatan Mikro Gravitasi
Survei mikro gravitasi kerap dilakukan pada sebuah gunung api untuk meninjau perubahan yang terjadi pada dapur magma, metode ini memanfaatkan perubahan densitas yang terjadi pada saat sebelum erupsi. Perubahan densitas ini dipicu oleh proses naiknya magma ke permukaan. Survey mikro gravitasi perlu dilakukan secara berkala untuk dapat memantau perubahan di dalam dapur magma. Data pengukuran mikrogravitasi kemudian dapat dimodelkan untuk memperkirakan volume dapur magma.
5. Pengamatan Geomagnetic
Seperti layaknya sebuah magnet yang dipanaskan lama kelamaan akan kehilangan sifat kemagnetan nya, gunung api pun berperilaku demikian. Ketika magma naik ke permukaan maka suhu akan semakin naik. Dengan naik nya suhu, intensitas magnetik yang terukur pada daerah di sekitar gunung api akan menurun. Data hasil pengukuran metode magnetik juga digunakan untuk memodelkan volume dapur magma.
Referensi:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar