Senin, 11 April 2016

REVIEW REMBULAN TENGGELAM DIWAJAHMU



REVIEW REMBULAN TENGGELAM DIWAJAHMU
Diupload Oleh: Timami Sabila ( 3211414018 )
 
Penulis                   : Tere Liye
Penerbit                : Republika
Tahun                    : 2009
Jumlah Halaman   : 427 



Dari judulnya saja “Rembulan tenggelam di wajahmu" sungguh saya menemukan keindahan makna. Kita semua tentu pernah liat bulan. Kita pasti senang melihatnya terutama saat purnama. Serta proses transformasinya. Bagaimana purnama yang menyabit dan bulan sabit yang mempurnama. Buku ini mengisahkan tentang perjalan hidup seorang anak manusia bernama Rehan, bagaimana awal kisah hidupnya di panti asuhan yang sangat memuakkan, tanpa tahu asal usulnya, kemudian besar di universitas kehidupan bernama terminal, kereta api, konstruksi, bisnis dll. Penuh asam garam kehidupan menjadi pengamen, penjudi, pencuri, kepala keluarga dan bisnisman. Penuh arti tentang solidaritas, kebersamaan, perjuangan hidup, percintaan dan makna hidup. Rehan yang akhirnya sukses menjadi konglomerat namun merasa hampa tentang hidupnya, mengutuk hidupnya. Sampai akhirnya sakit dan sekarat dipertemukan oleh malaikat yang mencoba melihat napak tilas kehidupannya, menjawab pertanyaan-pertanyaan rehan tentang hidupnya dan akhirnya menuju ke penyadaran tentang arti hidup.
Rehan Raujana adalah nama pemberian dari ibu pantinya yang sudah meninggal dunia. Rehan yang mempunyai lima pertanyaan besar dalam hidupnya yang tak bisa ia jawab. Nah, sejak kecil Rehan tinggal di sebuah panti asuhan yang sangat dibencinya. Di panti itu Rehan termasuk anak yang nakal, ia selalu berontak yang ia sebut sebagai “penjaga panti sok suci”, ia menyebutnya demikian karena kepribadian penjaga pantinya itu memang sok suci. Bagaimana tidak, penjaga pantinya selalu mendapatkan uang dari para dermawan yang seharusnya untuk anak panti, tapi ia menyimpannya untuk tabungan umrohnya. Sudah begitu, si penjaga panti itu juga bersikap kasar kepada semua anak panti. Tapi walaupun Rehan termasuk anak nakal, tapi sebenarnya ia adalah anak yang baik. Selama di panti, Rehan mempunyai pertanyaan besar “Apakah aku tidak memiliki kesempatan untuk memilih pada saat aku dilahirkan?”. Ia suka memandang rembulan, yang seakan mengerti kesedihannya.

Suatu hari, sesuatu terjadi di panti yang menyebabkan Rehan kabur dari panti asuhan itu dan menjadi anak jalanan. Sebelum kabur, ia sempat mencuri di kantor kepala panti dan menemukan sepotong koran lusuh yang menjadi petunjuk penting masa lalunya. Sebagai anak jalanan, ia mengubah namanya menjadi Rey. Rey menjadi preman yang setiap malam tidur di emperan toko di sudut terminal. Uang hasil mencuri dari kantor kepala panti itu ia gunakan untuk berjudi dan mabuk-mabukan. Dan saat ia berjudi dan menang besar, hal itu menjadikan ia mendapatkan masalah besar, ia ditikam oleh beberapa preman yang tidak dikenal. Ia dilarikan ke rumah sakit di ibukota.

            Di ibukota ia mendapatkan kehidupan yang baru. Setelah keluar dari rumah sakit, ia ditampung disebuah rumah yang disebut Rumah Singgah. Di rumah itu ia bertemu dengan anak-anak jalanan lainnya yang mempunyai mimpi-mimpi besar dalam hidupnya. Ia juga berkesempatan untuk sekolah. Rey sebenarnya anak yang pandai, karena itu ia cepat lulus sekolah khusus itu. Setiap malam ia sering naik atap rumah singgah untuk melihat bulan, kebiasaannya melihat bulan belum hilang. Kehidupannya berangsur-angsur membaik, dan ketika suatu saat teman-teman rumah singgah mendapatkan banyak masalah karena Rey, Rey memutuskan untuk pergi dari rumah singgah itu. Ia kembali mempunyai pertanyaan baru “Apakah hidup ini adil?” karena orang yang lemah selalu ditindas.

Semenjak Rey pergi dari Rumah Singgah, Rey mengamen di gerbong-gerbong kereta. Setelah dirasa uangnya cukup untuk menyewa tempat tinggal, ia menyewa sebuah rumah petak yang dekat dengan sungai pembuangan sampah, bau memang, tapi tidak masalah untuk Rey. Di tempat tinggal barunya, terdapat sebuah tower air yang sering ia panjat untuk menyendiri dan melihat rembulan. Walaupun kehidupannya baru, tapi ia tidak lupa dengan jasa teman-temannya di Rumah Singgah. Ia sering mengunjungi Rumah Singgah walaupun sembunyi-sembunyi, ia hanya ingin tahu bagaimana keadaan mereka.

Kehidupannya berubah drastis ketika ia ikut dalam pencurian berlian seribu karat yang ditinggalkan rekan mencurinya di tower air. Rekan mencurinya tertangkap oleh polisi dan sudahdihukum mati. Setelah hukuman mati itu, Rey kembali ke kampung halamannya. Dia bertemu dengan seorang gadis bernama Fitri yang ditemuinya di gerbong makan, ia jatuh cinta pada gadis itu.

Di kampung halamannya, ia bekerja sebagai buruh bangunan yang karena kecerdasannya ia perlahan-lahan naik jabatan menjadi kepala mandor. Ia menjadi mandor yang baik, yang membaur dengan buruh-buruh yang lain. Ia bertemu kembali dengan gadis yang ditemuinya di gerbong kereta. Gadis yang penyayang anak-anak itu teryata juga memiliki perasaan yang sama dengan Rey. Walaupun Rey sempat marah saat ia tahu bahwa gadis yang sangat dicintainya itu adalah seorang wanita yang tidak baik. Pada akhirnya ia menerima keadaan gadis itu karena sangat mencintainya. Kemudian ia menikah, keluarga yang bahagia, ia membeli sebuah rumah kecil di dekat pantau. Istrinya hamil namun keguguran. Kesedihan sempat ada, namun hari berganti dan istrinya hamil lagi. Namun takdir berkata lain, istrinya keguguran lagi. Istrinya juga meninggal waktu itu. Bisa membayangkan betapa sakitnya hati Rey? Karena itu, ia memiliki satu pertanyaan lagi “Mengapa Tuhan tega mengambil milikku satu-satunya?”.

Kesedihannya membuatnya tak sanggup lagi tinggal di rumah yang penuh kenangan dengan istri tercintanya. Rey menjual rumahnya dan pergi ke Ibukota. Ia pergi ke tower air yang sering ia panjat untuk melihat bintang. Ia menemukan berlian yang ditinggalkan rekannya di tower air dan menjadikannya modal untuk membangun sebuah bangunan untuk istrinya yang menjadi awal karir barunya. Ia menjadi seorang pengusaha sukses. Menjadi orang yang kaya. Namun diantara harta yang ia miliki, ia tetap merasa sendiri. Itulah pertanyaannya selanjutnya. “Mengapa aku merasa hampa padahal aku telah memiliki segalanya?”.

Hari berganti, Rey telah berhasih membuat beberapa bangunan. Namun tiba-tiba ia jatuh sakit, sakit parah. Ia mengalami sakit komplikasi, kata dokter karena ia kurang olahraga. Padahal ia selalu menjaga kesehatan, bahkan naik-turun tangga selama ia mengerjakan proyek sudah lebih dari cukup jika dibilang olahraga. Rey harus keluar masuk rumah sakit untuk itu. Dan muncullah pertanyaan terakhir “Mengapa takdir sakit mengungkungku, dan didak langsung mati saja?” karena mungkin dia merasa lebih baik langsung mati saja daripada harus menderita sakit itu.

Disaat ia sakit, Rey diberikan sebuah kesempatan. Kesempatan itu seperti memutar kembali semua kisah hidupnya sejak ia kecil sampai ia jatuh sakit. Dalam kesempatan itu ia didampingi oleh seseorang yang disebut dalam novel ini sebagai “orang berwajah-ramah”. Kesempatan itu diberikan kepadanya hanya karena dia tanpa ia sadari memuji rembulan yang selalu membuatnya merasa tenang, sehingga tanpa ia sadari ia memuji ciptaan Tuhan.

Kesempatan itu menjawab semua pertanyaan besar dalam hidupnya. Yang pada dasarnya  kehidupan adalah sebuah proses sebab akibat. Sesuatu yang kita kerjakan mungkin adalah sebab bagi orang lain. Kehidupan ini saling berkesinambungan. Jangan melihat suatu hal dari satu sisi saja, namun juga dari sisi yang lainnya. Jika kita ditinggalkan oleh seseorang, jangan melihat dari sisi kita sendiri yang ditinggalkan, tapi juga dari sisi orang yang meninggalkan kita. Mungkin orang yang meninggalkan kita akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Berfikir positif terhadap segala hal. Itu adalah pesan yang disamaikan oleh Tere-Liye dalam novel ini. Sangat sederhana namun penuh makna.

berikut saya coba tuliskan kembali penggalan cerita tentang pemahat dalam buku Karya Tere Liye ini:
” Dulu pernah hidup dua pemahat hebat,, Mereka terkenal hingga diundang Raja berlomba di istananya. Mereka diberi sebuah ruangan besar dengan tembok-tembok batu berseberangan. Persis di tengah ruangan dibentangkan tirai kain. Sempurna membatasi, memisahkan sehingga pemahat yang satu tidak bisa melihat pemahat yang lain. Mereka diberikan waktu seminggu untuk membuat pahatan yang paling indah yang bisa mereka lakukan di tembok batu masing-masing.
“Kau tahu apa yang terjadi? Pemahat pertama, memutuskan menggunakan seluruh pahat, alat-alat, dan berbagai peralatan lainnya yang bisa dipergunakan untuk membuat pahatan indah di tembok batunya. Dia juga menggunakan cat-cat warna, hiasan-hiasan, dan segalanya. Orang  itu terus memahat berhari-hari, tidak mengenal lelah, hingga akhirnya menghasilkan pahatan yang luar biasa indah. Siapapun yang melihatnya sungguh tak akan bisa membantah betapa indah pahatan itu.
“Tirai kemudian dibuka, tercenganglah pemahat pertama. Meski dia sudah bekerja keras siang malam, persis di hadapannya, pemahat kedua ternyata juga berhasil memahat dinding lebih indah darinya. Berkilau indah. Berdesir si pemahat pertama. Berseru kepada Raja, dia akan menambah elok pahatannya! Berikan dia waktu! Dia akan mengalahkan pemahat kedua. Maka tirai ditutup lagi. Tanpa henti pemahat pertama mempercantik dinding bagiannya, berhari-hari. Hingga dia merasa saingannya tidak akan bisa membuat yang lebih indah dibandingkan miliknya.
” Tirai dibuka untuk kedua kalinya. Apa yang dilihat pemahat pertama? Sungguh dia terkesiap. Ternganga. Dinding disebelahnya lagi-lagi elok memesona. Dia berdesir tidak puas. Berteriak minta waktu tambahan lagi. Begitu saja seterusnya, hingga berkali-kali. Pemahat pertama terus meminta waktu tambahan, dan dia selalu saja merasa dinding batu miliknya kalah indah dibandingkan milik pemahat kedua.
“Tahukah kau, Ray, pemahat kedua sejatinya tidak melakukan apa pun terhadap dinding batunya. Dia hanya menghaluskan dinding itu secemerlang mungkin, membuat dinding itu berkilau bagai cermin. Hanya itu . . . Sehingga setiap kali tirai dibuka, dia sempurna hanya memantulkan hasil pahatan pemahat pertama.
“Ray, itulah beda antara orang-orang yang keterlaluan mencintai dunia dengan orang-orang yang bijak menyikapi hidupnya. orang-orang yang terus merasa hidupnya kurang maka dia tidak berbeda dengan pemahat pertama, tidak akan pernah merasa puas. Tapi orang bijak, orang-orang yang berhasil menghaluskan hatinya secemerlang mungkin, membuat hatinya bagai cermin, maka dia bisa merasakan kebahagian melebih orang terkaya sekalipun.

Daftar Pustaka



Sihotang, Ahsan.2013.Rembulan Tenggelam di Wajahmu. http://ahsansihotang.com/buku/rembulan-tenggelam-di-wajahmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar